Senin, 09 September 2013

Terbenamnya Matahari

Suara deburan ombak telah mengisi keheningan sebuah pantai yang menjadi saksi bisu sepenggal kisah pahit yang terukir sempurna didalam lembaran hidupku. Suara deburan hatiku jelas tidak kalah dengan deburan suara ombak dikala senja ini. Hanya suara deburan ombak yang mampu ku dengar, atau lebih tepatnya hanya suara itu yang ingin ku dengar saat ini.
Mataku tak berhenti menyusuri setiap lekukan garis-garis berwarna jingga nan indah, membuat setiap mata yang memandangnya berdecak kagum. Kagum akan keindahan lukisan alam yang dibuat sempurna oleh Tuhan. Matahari itu seakan memandangku dengan lekat, seperti ingin mengatakan sesuatu pada seorang gadis yang terduduk lemah diputihnya pasir pantai. Cahaya yang dipancarkannya seolah memeluk tubuh mungilku dengan erat, sangat erat sampai aku bisa merasakan kehangatan yang luar biasa menjalar keseluruh tubuhku.
Kenangan itu kembali datang setiap kali aku berada pada suasana dan keadaan yang sama persis seperti ini, ditemani dengan suara deburan ombak dan dipeluk dengan matahari yang sebentar lagi akan segera berlalu.
Mudah saja jika orang lain berkata kalau kenangan itu hanya pantas disimpan dalam hati dan tidak untuk dibagi. Tetapi untukku, berbagi kenangan dengan matahari yang akan segera berlalu merupakan sebuah penopang dan penguat hatiku.
Mudah saja jika orang lain berkata "Sudah, lupakan saja!". Ya, memang sangat mudah untuk mengucapkannya. Tetapi tidak untuk dilakukannya. Mereka berkata seperti itu karena mereka tidak akan pernah mengetahui bagaimana rasanya menjadi diriku. Rasa sakit itu hanya aku yang mengerti, dan hanya aku pula yang merasakannya, bukan kamu, dia, ataupun mereka.
Kenangan itu seperti.... aku yang membuat sebuah ruang kecil dihatiku, dan kamu lah yang menempatinya. Hanya melalui sebuah kenangan aku bisa mengingatmu, merasakan betapa teduhnya matamu saat menatapku, dan melupakan denting jam yang mencoba memisahkan saat aku dan kamu bersama.
Pahit! Kenangan itu memang pahit. Tetapi rasa pahit itu sama sekali tidak membuatku jera untuk kembali mengingatmu. Sepahit apapun kenangan itu, aku akan selalu menyimpulkan sebuah senyum jika mengingatnya, terutama mengingat senyummu yang membuatku sulit untuk menyerap oksigen masuk kedalam rongga dadaku.
Aku menghela nafas, dan menghembuskannya dengan perlahan. Sangat perlahan. Jika saja kenangan itu bisa ikut terbenam bersamaan dengan terbenamnya matahari.....

Tidak ada komentar :

Posting Komentar