Jumat, 01 November 2013

Keseimbanganku



Saat itu, aku seperti merasa kalau aku bisa berjalan diatas air ketika kamu menggenggam erat tanganku. Melengkapi setiap kekosongan jariku dengan jarimu. Begitu sempurna hingga membuatku berpikir kalau Tuhan menciptakan jarimu hanya untuk melengkapi kekosongan jariku. Aku tersenyum. Dan kamu adalah satu-satunya alasan mengapa aku tersenyum. Kamu mendapatkan hatiku sepenuhnya, entahlah aku tidak tahu mengapa kamu bisa melakukan hal itu tanpa kusadari.

Aku tidak peduli dengan orang lain yang berbicara mengenai kita. Mereka bisa mengatakan apapun tentang kita, karena mereka tidak tahu tentang kita yang sebenarnya. Mereka hanya mampu melihat apa yang bisa dilihat, dan tidak mampu merasakan apa yang telah kamu lakukan pada hatiku.

Kamu adalah keseimbanganku. Kamu membuatku merasakan kalau cinta itu tidak hanya sekedar memiliki, tetapi juga saling menjaga dan menopang satu sama lain. Kamu mengajarkanku bagaimana caranya kembali berdiri saat semua orang menjatuhkanku. Kamu juga mengajarkanku untuk terus tersenyum walaupun seisi dunia menjauhiku. Kamu membawaku ke sebuah tempat yang belum pernah kutemui sebelumnya.

Kamu yang mengingatkanku untuk selalu bersyukur dengan nafas yang kupunya, dan menghargai waktu yang kumiliki. Kamu mengajariku banyak hal tentang hidup ini. Membuatku mampu melawan dunia ketika kamu berada disisiku. Membuatku tidak takut akan hal apapun saat kamu menggenggam erat tanganku.

Kamu memberiku duniamu, dan kamu membiarkanku untuk mengatur duniamu itu. Aku tidak tahu hal apa yang paling membahagiakan didunia ini. Tetapi aku tahu siapa orang yang paling bahagia didunia ini, kita. Ini bukanlah tentang semua hal yang telah kamu katakan, ataupun semua hal yang telah kamu lakukan. Tetapi ini tentang perasaan yang muncul seiringan dengan kehadiranmu dihidupku. Sebuah kenyamanan yang telah kamu ciptakan diantara kita berdua.

Aku bahagia, sangat bahagia sebelum akhirnya mimpi buruk itu datang dan menghancurkan kebahagianku hingga lebur menjadi abu. Kejamnya malam dan dinginnya angin telah menusuk-nusuk diriku saat aku berlari melewati apapun yang mencoba menghalangi jalanku untuk bisa menggapai dirimu.

Langkah kakiku terhenti, lututku terasa sangat lemas ketika melihat beberapa orang yang berdiri mengelilingi tubuhmu yang terbaring lemah disana berurai air mata. Aku terdiam, terpaku dengan keadaan yang tercipta diruangan itu. Sampai akhirnya seseorang menarik tanganku untuk membantuku mendekati dirimu. Kamu yang kulihat saat itu sangat jauh berbeda dengan kamu yang kulihat ketika datang kehidupku dan menawarkan berjuta-juta kebahagiaan.

Kamu tersenyum. Dan membuatku teringat akan ucapanmu saat pertama kali melihatku. “Kamu membuatku ingin terus tersenyum. Tidak peduli dengan keadaan yang seperti apapun, aku akan tetap selalu tersenyum ketika melihat wajahmu”

Aku terduduk disisi tempat tidur saat kamu meraih tanganku dengan lembut. Tatap matamu begitu sayu melihatku, tetapi aku tahu kamu menyembunyikan hal itu dengan senyum yang terlukis dibibirmu. “Berjanjilah kamu akan tetap menjalani hidupmu dengan atau tanpa diriku. Kamu bisa, aku yakin itu” ucapmu dengan parau, sangat parau.

Mendengar suara paraumu saat itu sungguh membuat seluruh jiwaku hancur berkeping-keping, terasa begitu memilukan dan mengiris-iris hatiku. Aku masih terdiam, tidak bergeming sedikitpun. Aku menjawab perkataanmu itu hanya dengan mengeratkan genggamanku ditanganmu. Walau sebenarnya, hanya hal itu yang mampu kulakukan.

Kehilangan. Satu kata yang sangat aku benci didunia ini. Perasaanku begitu kalut saat itu, terlebih mendengar ucapanmu yang begitu menyayat batinku. “Tuhan, kumohon jangan...” bisikku lirih dalam hati ketika sebuah kata kehilangan terbesit begitu saja didalam kepalaku. Bulir-bulir air mata yang menggenang saat itu sudah sangat ingin menyeruak dari dalam pelupuk mataku. Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seberapa kuatnya aku menahan air mata itu agar tidak jatuh kepipiku.

“Jika ada sesuatu yang menghalangi jalan hidupmu, terjang saja. Dan ingatlah selalu kalau aku mencintaimu” kalimat terakhirmu sebelum kamu merenggangkan tanganmu dari genggamanku dan menutup kedua bola matamu dengan perlahan, sangat perlahan. Bulir air mataku jatuh untuk yang pertama kalinya saat aku merasakan tanganmu sudah tidak lagi menggenggam tanganku.

Sedetik kemudian aku merasakan rongga dadaku penuh sesak, rasanya seakan-akan aku lupa bagaimana caranya bernafas. Aku pun mencoba untuk menarik nafas panjang. Rasa sesak didalam dadaku begitu dahsyat, sehingga terasa seperti tidak ada sedikitpun oksigen yang mampu diserap oleh paru-paruku.
Jantungku berdegup sepuluh kali lebih cepat dari biasanya, aku merasakan darahku berdesir sangat kencang saat itu. Aku menahan rahangku kuat-kuat dan kembali menarik nafas, berharap bisa menghilangkan rasa sakit dan sesak yang sedang berkecamuk dihatiku. Dengan sedikit sentakan aku memaksakan tubuhku untuk berdiri. Tidak bisa. Aku jatuh tersungkur dengan lutut yang membentur lantai dengan sangat keras. Aku hilang keseimbangan. Aku baru saja kehilangan keseimbanganku.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar