Minggu, 23 Agustus 2015

I Will Love You

"Saat seorang gadis dihadapkan oleh dua pilihan hidup berbeda dalam satu garis waktu yang membuatnya nyaris kehilangan akal sehat. Hatinya memilih yang satu, tetapi otaknya memilih yang satu lainnya. Hatinya selalu menentang pikirannya, dan pikirannya selalu mencekal hatinya. Lantas, siapakah yang akan menjadi pemenang antara perasaan dan pemikirannya?

Perjalanan yang sangat panjang pun harus dilalui gadis itu dalam menemukan jati diri sekaligus cinta sejatinya yang begitu rumit membuat hidupnya seakan dikelilingi oleh begitu banyak awan hitam. Dengan didampingi orang-orang yang peduli dengan dirinya dan siap mengulurkan tangan mereka saat dirinya terjatuh, ia mengumpulkan seluruh keberaniaannya untuk menerjang semua awan hitam yang menghalanginya. Dinginnya sentuhan takdir dan pahitnya kenyataan membuat lidahnya kelu, tetapi tidak menghentikan langkah kakinya yang lemah dalam mencapai satu tujuan hidupnya. Kebahagiaan.

Terkadang, memang ada saatnya dimana kamu hanya perlu diam, ketika mengerti apa yang kamu lihat dan memahami apa yang kamu dengar. Selama kamu masih memiliki pilihan untuk tersenyum, mengapa kamu masih memilih pilihan untuk menangis?"

Finally it's live!
Novel pertama yang memiliki banyak kenangan selama proses menulis dan mem-publish. Come and grab it fast guys! Thanks and lots of love :)

http://nulisbuku.com/books/view_book/7648/i-will-love-you

Selasa, 04 Agustus 2015

Secangkir Teh Hangat dan Hujan



Sekilat cahaya yang datang dengan tiba-tiba membuatnya kembali fokus pada apa yang ada dihadapannya. Disana, tepat dibalik jendela dan meja bundar kecil itu terlihat seorang gadis yang terduduk manis dengan secangkir teh hangat di genggamannya. Ia mengalihkan tatapannya dari bulir-bulir air hujan yang mengalir deras di kaca jendela pada secangkir teh yang masih memiliki kepulan asap putih diatasnya. Belum tersentuh sedikitpun teh itu oleh bibirnya, ia hanya menatap kepulan putih itu dengan begitu banyak perasaan yang berkecamuk didalam dirinya, memaksa keluar dari dalam hatinya, dan memancar melewati bola mata indah miliknya.
Gadis itu semakin mengeratkan jemarinya pada cangkir klasik berwarna coklat tua saat telinganya menangkap suara gemuruh yang cukup keras. Seolah mengerti dengan keadaannya, cangkir itu mengalirkan sensasi hangat yang menjalar seketika pada sekujur tubuhnya. Seakan memeluk balik erat gadis itu. Ia menghela nafas, untuk yang kesekian kalinya saat ia terduduk dibalik jendela itu. Entahlah, ia sudah tidak menghitungnya lagi. It doesn’t matter anymore.
Tatapannya kembali merujuk pada jendela dihadapannya, mengamati bulir hujan yang memberi sedikit ketenangan pada pikirannya yang kacau. 
Sesakit ini kah jatuh cinta? Bukan kah mereka mengatakan kalau cinta itu indah? Lantas, apa rasa sesak direlung hatinya ini pantas disebut indah? Lalu, sudah berapa banyak hati yang tersakiti oleh hal yang mereka sebut cinta?

Lidahnya terasa kelu, tubuhnya pun terasa kaku saat gadis itu tersadar kalau pertanyaan yang berlarian dipikirannya tidak akan pernah terselesaikan. Ataupun terjawab. Dan helaan nafas itu pun kembali terdengar, entah berapa kali lagi nafas yang harus ia hela demi meredakan rasa sakit akibat goresan cinta itu. Jatuhnya sebulir air pada sela jarinya kembali menyadarkan ia dari pikirannya.

Apakah bulir air hujan itu sampai ke jarinya? Mengapa penglihatannya menjadi semakin mengabur?

Gadis itu tersenyum miris melihat bulir air mata disela jari lentiknya. Ternyata ia tidak sendiri, ia ditemani oleh kesedihannya. Teman yang selalu setia menemani dirinya beberapa waktu ini. Menangislah, aku akan disini merangkul jiwamu, ucapnya. Dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapati lebih banyak bulir air mata disela-sela jarinya.

Dimana Dia? Dia yang memiliki tatapan sehangat matahari pagi dan senyuman secerah cahaya senja? Dia yang datang dengan suara tawanya yang mampu membuat gadis itu melakukan apa saja hanya untuk mendengar suara itu? Dia yang datang dan lalu pergi begitu saja secepat kedipan mata, Dia yang berjanji untuk membuatnya selalu tersenyum. He’s promised, but its gone.

Ia menyeka air matanya dengan tangan yang bergetar, mendekatkan secangkir teh pada bibirnya dan menyesap dengan perasaan yang kalut. Dingin. Ia melempar tatapannya pada jendela dihadapannya, menyadari bulir-bulir itu telah berubah menjadi rintik-rintik kecil. Kosong. Ya, teh dan hujan telah memberikan gambaran pada dirinya saat itu. Dingin dan kosong. Matanya menerawang jauh menembus kaca jendela, seakan ia dapat melihat dunia di luar sana dan berpikir tentang hidupnya yang terlalu miris, dramatis.

Apakah ia satu-satunya orang yang merasa terkhianati oleh cinta? Adakah seseorang di luar sana yang memiliki takdir sama seperti dirinya? Sudah berapa banyak air mata yang jatuh hanya karena hal bodoh yang mereka sebut cinta?

Dan lagi, gadis itu tersadar. Ia tidak akan pernah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang bergelut didalam pikirannya. Gadis itu tidak lemah, hanya sedikit rapuh. Dan ia tidak meminta untuk jatuh cinta. Karena cinta itu tidak indah, sama sekali tidak. Keindahan itu akan terasa jika kita yang menciptakannya, dan akan terlihat jika kita yang melukiskannya. So, yeah, love is the strongest pain in this world.

Jumat, 03 April 2015

The Beauty Of Loving

It is about choosing that person during your hardest, most excruciating times, to pick them over and over whilst drowning in anything that can drown you, to know that if you're going down you only ever want to have them by your side.
It is about sharing those moments. The ace ones, and the amiss one, and the rainy day ones.
It is choosing them in the most difficult of times, and also the most ordinarily humane ones. turning these thick, thespian moments into ones of puns and jokes, not to change the subject but because that's what easy things are. Taking the bad and dumping in your most human emotions, and going through it with your hands laced together. No direction for your emotions.
Loving someone should be easy. Yes, it may get hard, maybe painfully so in these specific times, but loving should never be hard. It must be this vast, soul-consuming, yet gloriously effortless simplicity. It must feel like there is more connecting between the two of you than just the two of you. They reach for your hand, and instantaneously reaching out feels more like some powerful mutuality.
It is about finding a person who can make you feel like a person. A better person. It's about that inexplicable connection between your heart and your mind and that feeling you get when they smile at you, when they look at you.
When they look about you, their eyes. It always has something to do with the eyes. They don't struggle to understand anything you do, instead they already understand even without quite knowing yet.
It is about looking into each others eyes and just getting it right, along with that gentleness, that tenderness, it always floated around them in each sweet exchange of glances. Understanding each of their thoughts without actually knowing and then accepting whatever follows.
That's the beauty of it.

Selasa, 17 Maret 2015

Selesai Atau Menyerah?


Sunyi, senyap, sepi, begitulah gambaran malam saat itu. Dinginnya hembusan angin malam yang menerpa uraian rambut seorang gadis yang tengah duduk tenang pada sebuah bangku taman. Tenang? Tentu saja mereka tidak mengetahui dirinya yang sedang bergelut dengan pikirannya, berperang melawan hatinya, dan bergejolak dengan perasaannya. Matanya terlihat sayu, tidak ada cahaya kehidupan didalamnya. Mungkin sudah terenggut secara paksa oleh seseorang yang ia percayai. Ya, seseorang yang seharusnya memberikan ratusan ton kebahagian untuknya. Bukan jutaan ton kesedihan.
Kenapa?

Apa yang telah dilakukannya sehingga kebahagiaan yang seharusnya ia miliki itu berubah menjadi kesedihan yang datang berlawanan dengan keinginannya?

Kapan ia bisa merasakan kembali kebahagiaan itu? Atau...

Bagaimana jika kebahagiaan itu tidak akan pernah kembali?



Tangan mungilnya bergetar menghapus bulir air mata yg menjalar dipipinya. Begitu banyak pertanyaan terlintas didalam pikirannya, yang jelas saja ia sadari tidak akan pernah ada jawaban untuk pertanyaannya itu. Rahangnya terkunci, sudah tidak perlu lagi ia berbicara. Kalaupun perlu, tidak ada kalimat yang menggambarkan maksud hatinya saat itu. Ia mengalihkan pandangannya dari danau dihadapannya dan menghela nafas. Entah sudah berapa ribu kali ia menghela nafas hari itu. Dengan kepalanya yang masih tertunduk, ia bermain dengan jari-jarinya. Membayangkan jika saja seseorang yg ia percayai itu masih bisa melengkapi kekosongan jari-jarinya, menggenggam erat tangannya. Merasakan kehangatan berada digenggaman tangannya. Tetapi semua itu sudah tidak bermakna lagi. Tidak memiliki arti apa-apa lagi. Karena semua hal yang pernah ia inginkan telah terbakar habis menjadi abu. Bahkan tak tersisa.

Untuk apa ia mempertahankannya kalau saja seseorang itu tidak peduli dengan perasaannya saat itu. Dan sekarang, sudah saatnya ia belajar melepaskan apa yang tidak pantas untuk ia miliki. Karena seharusnya ia mempertahankan apa yang memang pantas untuk dirinya pertahankan. Dan seharusnya juga ia memperjuangkan seseorang yang juga memperjuangkan dirinya. Rumit memang, tetapi bukankah tidak ada yg sederhana didunia ini?

Ia mengangkat kepalanya, dan menggulung lengan jaketnya yg semula ia biarkan begitu saja. Dinginnya angin dan kejamnya malam telah membuatnya beku, membuat lidahnya kelu, dan membuatnya semakin membenci pilihan hidupnya.

Hidup itu memang pilihan, dan tentu saja pilihan itu selalu berbanding terbalik.

Tidak bisakah ia membekukan perasaannya seperti angin malam yang membekukan dirinya?

Semula, ia tidak ingin kehilangan seseorang itu. Ia terlalu penting dihidupnya, terlalu istimewa dihatinya, dan terlalu indah dimatanya. Dan gadis itu tidak tahu apa yang akan ia lakukan dihidupnya jika tidak ada kehadiran dirinya. Namun ternyata semua itu hanya omong kosong.

Bertahan dengannya sama saja dengan menggenggam bilah pisau. Ia memang menyayangi pemuda itu, tetapi ia masih memiliki rasa sayang yang besar terhadap dirinya sendiri. Semakin parah perasaan dan pemikirannya yg sedang berperang. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Disatu sisi ia hanya ingin berada dipelukan seorang pemuda itu saat ini. Ia hanya ingin merasakan lengannya yang mendekap erat tubuh mungilnya. Tetapi disisi lain, ia hanya ingin berlari menjauh dari dirinya. Hanya ingin berlari, terus berlari walaupun tanpa arah hanya untuk menyelamatkan dirinya dari rasa sakit yang kian waktu kian membesar. Dan melebar.

Gadis itu pun terdiam. Sedikitpun tidak bergeming. Matanya menatap jauh pada pepohonan dibalik gelapnya malam. Apakah menyerah dan menyelesaikan itu memiliki arti yang sama?

Matanya masih terus memandang jauh kedepan, tatapannya kosong. Tidak memiliki arti apapun. Segalanya. Rasanya sungguh begitu berat, seperti ada sesuatu yang menekan dadanya dengan keras hingga membuat sesak relung hatinya. Seandainya ia memiliki pilihan, sebuah pilihan lain yang membawa gadis itu pada seseorang yang telah ia berikan seluruh kepercayaan padanya.

Jiwanya memang sedikit terguncang saat itu. Mungkin karena satu hal yang ia anggap akan menjadi sesuatu yang sangat indah, berubah menjadi sebuah malapetaka yang mengejar hidupnya. Mungkin hidupku akan jauh lebih baik kalau tidak ada lagi pemuda itu didalamnya.

Apakah kamu pernah merasakan bagaimana rasanya jika orang yang paling kamu cintai berjanji untuk tidak akan pernah melepaskanmu tetapi disaat itu pula lah ia meninggalkanmu? Sakit memang, tetapi mau bagaimana lagi? Bukankah mengikhlaskan itu juga perlu?

Ia menyelesaikannya, bukan menyerahkannya.




“Paling tidak salah satu dari kita sudah mampu mengatakan menyerah, semua selesai.” - Clara Debora

Kamis, 07 Agustus 2014

Sebuah Perasaan



Apakah kamu tahu arti dari sebuah perasaan yang sangat rumit dan membingungkan itu? Sebuah perasaan yang bisa membuat duniamu jatuh terbalik.. Sebuah perasaan yang mampu mengalihkan seluruh perhatianmu pada satu titik fokus.. Sebuah perasaan yang mampu membuatmu mengorbankan seluruh milikmu bahkan jiwa dan hidupmu untuk merasakannya.. Sebuah perasaan yang mampu untuk membuatmu merasa kalau kamu bukan lah dirimu yang sesungguhnya..

Ya, semua orang mengatakan sebuah perasaan itu sebagai “Cinta”.

Cinta...

Apa yang mereka tahu tentang cinta? Bagaimana bisa mereka mengetahui kalau sebuah perasaan itu merupakan cinta? Ratusan bahkan jutaan pertanyaan silih berganti berlari didalam pikiranku. 

Mengapa cinta?

Mungkin bagi mereka, cinta adalah sesuatu yang sangat indah. Ya, cinta memang sangatlah indah.. Tetapi berbeda denganku.

Cinta tidak indah secara instant, cinta itu bisa indah jika kita sendiri yang membuatnya. Mungkin beberapa orang salah mengartikan bagaimana rasanya cinta itu. bagaimana cara kita tahu kalau perasaan yang kian tumbuh itu cinta? Bagaimana kalau ternyata itu bukan cinta? Atau lebih parahnya, cinta itu menyakiti dirimu. Cinta yang seharusnya datang bagaikan setangkai bunga yang mekar dengan semerbak harumnya, berubah menjadi sebuah bilah pisau yang dengan kapan saja mampu merobek hatimu dengan kejamnya.

Aku tidak tahu cinta itu apa atau bagaimana. Yang kutahu hanyalah kebahagiaan yang menjalar pada diriku saat aku bersamanya, berada disisinya, atau mendekap hangat tubuhnya.

Cinta itu, seperti saat kamu melihatnya tersenyum dan seketika itu pula kamu merasakan sebuah sengatan hangat yang mengalir pada sekujur tubuhmu, darahmu yang berdesir lebih cepat, bahkan kamu tidak hanya bisa merasakan detak jantungmu, tetapi juga mendengarnya, seolah jantungmu berdetak tepat ditelingamu. Dan dari semua hal yang ingin kau lakukan, hanya ada satu yang terlintas saat melihat senyum yang terukir dengan indah pada wajahnya. Yaitu menghentikan waktu agar kamu bisa terus melihatnya tersenyum selama yang kamu inginkan, bahkan tidak terlalu keberatan jika senyumnya adalah satu-satunya hal yang bisa kamu lihat disepanjang sisa hidupmu.
Dan cinta itu, seperti saat kamu melihat jauh kedalam sepasang matanya yang menawan, kamu merasa nyaman. Bahkan kamu bisa merasakan jika saja kamu dapat tenggelam didalam matanya. Tidak ada lagi yang ingin kamu lakukan jika sudah melihat jauh kedalam tatapannya, selain menjaganya. Mendekap erat tubuhnya dan tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya ataupun menyakitinya.

Cinta bukanlah sesuatu yang bisa diucapkan dengan lantang ataupun dapat dibuktikan kepada seseorang. Cinta adalah sesuatu yang mengubahmu dari dalam dirimu, yang membuatmu jauh lebih kuat, membantumu untuk menjadi seorang pribadi yang lebih baik lagi, mengingatkanmu pada setiap waktu atau kenangan yang kamu alami, membuatmu bisa memberikan sepenggal kisahmu kepada orang lain yang tidak memiliki cukup keberuntungan seperti dirimu untuk bisa merasakan ataupun mengalaminya. Dan ya, cinta bisa membuatmu tenang. Dan aman.

Mungkin beberapa orang tidak diciptakan untuk cinta, atau mungkin beberapa orang tidak cukup kuat untuk menghadapi apa saja yang dapat ditimbulkan dari satu kata dengan lima huruf tersebut. Hanya sekedar mengingatkan, kalau cinta bisa berubah dari seekor kelinci kecil yang sangat manis dan lembut, menjadi seekor serigala besar yang sangat liar dan kejam.

Dan saat dimana cinta itu mengkhianatimu, berbalik menyerang dirimu, saat itulah kamu diizinkan untuk menangis. Kamu tidak harus menahannya, terus menerus melawan dirimu sendiri untuk tetap kuat setiap waktu. Bukan seperti itu, karena menangis bukanlah sebuah kelemahan. Tidak ada satu kata pun yang mampu menjelaskan bagaimana rasanya jika cinta itu mengkhianatimu, dan menangis? Sepertinya satu-satunya pilihan yang tersisa. Tidak mungkin kamu membagi rasa sakitmu kepada orang.

Dan semua kekacauan itu hadir dari sebuah perasaan. Sebuah perasaan. Hanya dengan sebuah perasaan dapat sangat berpengaruh pada hidupmu. Bahkan duniamu. Membuatmu buta akan hal lain, membuatmu lupa akan kehadiran orang lain, dan yang terpenting adalah membuatmu kehilangan akan jati dirimu sendiri. 

Sangat lucu, bukan? Bagaimana mungkin hanya dengan sebuah perasaan yang sederhana dapat menghancurkan seluruh isi dunia...

Jumat, 01 November 2013

Keseimbanganku



Saat itu, aku seperti merasa kalau aku bisa berjalan diatas air ketika kamu menggenggam erat tanganku. Melengkapi setiap kekosongan jariku dengan jarimu. Begitu sempurna hingga membuatku berpikir kalau Tuhan menciptakan jarimu hanya untuk melengkapi kekosongan jariku. Aku tersenyum. Dan kamu adalah satu-satunya alasan mengapa aku tersenyum. Kamu mendapatkan hatiku sepenuhnya, entahlah aku tidak tahu mengapa kamu bisa melakukan hal itu tanpa kusadari.

Aku tidak peduli dengan orang lain yang berbicara mengenai kita. Mereka bisa mengatakan apapun tentang kita, karena mereka tidak tahu tentang kita yang sebenarnya. Mereka hanya mampu melihat apa yang bisa dilihat, dan tidak mampu merasakan apa yang telah kamu lakukan pada hatiku.

Kamu adalah keseimbanganku. Kamu membuatku merasakan kalau cinta itu tidak hanya sekedar memiliki, tetapi juga saling menjaga dan menopang satu sama lain. Kamu mengajarkanku bagaimana caranya kembali berdiri saat semua orang menjatuhkanku. Kamu juga mengajarkanku untuk terus tersenyum walaupun seisi dunia menjauhiku. Kamu membawaku ke sebuah tempat yang belum pernah kutemui sebelumnya.

Kamu yang mengingatkanku untuk selalu bersyukur dengan nafas yang kupunya, dan menghargai waktu yang kumiliki. Kamu mengajariku banyak hal tentang hidup ini. Membuatku mampu melawan dunia ketika kamu berada disisiku. Membuatku tidak takut akan hal apapun saat kamu menggenggam erat tanganku.

Kamu memberiku duniamu, dan kamu membiarkanku untuk mengatur duniamu itu. Aku tidak tahu hal apa yang paling membahagiakan didunia ini. Tetapi aku tahu siapa orang yang paling bahagia didunia ini, kita. Ini bukanlah tentang semua hal yang telah kamu katakan, ataupun semua hal yang telah kamu lakukan. Tetapi ini tentang perasaan yang muncul seiringan dengan kehadiranmu dihidupku. Sebuah kenyamanan yang telah kamu ciptakan diantara kita berdua.

Aku bahagia, sangat bahagia sebelum akhirnya mimpi buruk itu datang dan menghancurkan kebahagianku hingga lebur menjadi abu. Kejamnya malam dan dinginnya angin telah menusuk-nusuk diriku saat aku berlari melewati apapun yang mencoba menghalangi jalanku untuk bisa menggapai dirimu.

Langkah kakiku terhenti, lututku terasa sangat lemas ketika melihat beberapa orang yang berdiri mengelilingi tubuhmu yang terbaring lemah disana berurai air mata. Aku terdiam, terpaku dengan keadaan yang tercipta diruangan itu. Sampai akhirnya seseorang menarik tanganku untuk membantuku mendekati dirimu. Kamu yang kulihat saat itu sangat jauh berbeda dengan kamu yang kulihat ketika datang kehidupku dan menawarkan berjuta-juta kebahagiaan.

Kamu tersenyum. Dan membuatku teringat akan ucapanmu saat pertama kali melihatku. “Kamu membuatku ingin terus tersenyum. Tidak peduli dengan keadaan yang seperti apapun, aku akan tetap selalu tersenyum ketika melihat wajahmu”

Aku terduduk disisi tempat tidur saat kamu meraih tanganku dengan lembut. Tatap matamu begitu sayu melihatku, tetapi aku tahu kamu menyembunyikan hal itu dengan senyum yang terlukis dibibirmu. “Berjanjilah kamu akan tetap menjalani hidupmu dengan atau tanpa diriku. Kamu bisa, aku yakin itu” ucapmu dengan parau, sangat parau.

Mendengar suara paraumu saat itu sungguh membuat seluruh jiwaku hancur berkeping-keping, terasa begitu memilukan dan mengiris-iris hatiku. Aku masih terdiam, tidak bergeming sedikitpun. Aku menjawab perkataanmu itu hanya dengan mengeratkan genggamanku ditanganmu. Walau sebenarnya, hanya hal itu yang mampu kulakukan.

Kehilangan. Satu kata yang sangat aku benci didunia ini. Perasaanku begitu kalut saat itu, terlebih mendengar ucapanmu yang begitu menyayat batinku. “Tuhan, kumohon jangan...” bisikku lirih dalam hati ketika sebuah kata kehilangan terbesit begitu saja didalam kepalaku. Bulir-bulir air mata yang menggenang saat itu sudah sangat ingin menyeruak dari dalam pelupuk mataku. Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seberapa kuatnya aku menahan air mata itu agar tidak jatuh kepipiku.

“Jika ada sesuatu yang menghalangi jalan hidupmu, terjang saja. Dan ingatlah selalu kalau aku mencintaimu” kalimat terakhirmu sebelum kamu merenggangkan tanganmu dari genggamanku dan menutup kedua bola matamu dengan perlahan, sangat perlahan. Bulir air mataku jatuh untuk yang pertama kalinya saat aku merasakan tanganmu sudah tidak lagi menggenggam tanganku.

Sedetik kemudian aku merasakan rongga dadaku penuh sesak, rasanya seakan-akan aku lupa bagaimana caranya bernafas. Aku pun mencoba untuk menarik nafas panjang. Rasa sesak didalam dadaku begitu dahsyat, sehingga terasa seperti tidak ada sedikitpun oksigen yang mampu diserap oleh paru-paruku.
Jantungku berdegup sepuluh kali lebih cepat dari biasanya, aku merasakan darahku berdesir sangat kencang saat itu. Aku menahan rahangku kuat-kuat dan kembali menarik nafas, berharap bisa menghilangkan rasa sakit dan sesak yang sedang berkecamuk dihatiku. Dengan sedikit sentakan aku memaksakan tubuhku untuk berdiri. Tidak bisa. Aku jatuh tersungkur dengan lutut yang membentur lantai dengan sangat keras. Aku hilang keseimbangan. Aku baru saja kehilangan keseimbanganku.