"Saat seorang gadis dihadapkan oleh dua pilihan hidup berbeda dalam
satu garis waktu yang membuatnya nyaris kehilangan akal sehat. Hatinya
memilih yang satu, tetapi otaknya memilih yang satu lainnya. Hatinya
selalu menentang pikirannya, dan pikirannya selalu mencekal hatinya.
Lantas, siapakah yang akan menjadi pemenang antara perasaan dan
pemikirannya?
Perjalanan yang sangat panjang pun harus dilalui gadis itu dalam
menemukan jati diri sekaligus cinta sejatinya yang begitu rumit membuat
hidupnya seakan dikelilingi oleh begitu banyak awan hitam. Dengan
didampingi orang-orang yang peduli dengan dirinya dan siap mengulurkan
tangan mereka saat dirinya terjatuh, ia mengumpulkan seluruh
keberaniaannya untuk menerjang semua awan hitam yang menghalanginya.
Dinginnya sentuhan takdir dan pahitnya kenyataan membuat lidahnya kelu,
tetapi tidak menghentikan langkah kakinya yang lemah dalam mencapai satu
tujuan hidupnya. Kebahagiaan.
Terkadang, memang ada saatnya dimana kamu hanya perlu diam,
ketika mengerti apa yang kamu lihat dan memahami apa yang kamu dengar.
Selama kamu masih memiliki pilihan untuk tersenyum, mengapa kamu masih
memilih pilihan untuk menangis?"
Finally it's live!
Novel pertama yang memiliki banyak kenangan selama proses menulis dan mem-publish. Come and grab it fast guys! Thanks and lots of love :)
http://nulisbuku.com/books/view_book/7648/i-will-love-you
Selvianna J Rafief
Mencintaimu adalah bernafas untukku. Lantas, bagaimana mungkin aku bisa bertahan hidup jika aku berhenti mencintaimu?
Minggu, 23 Agustus 2015
Selasa, 04 Agustus 2015
Secangkir Teh Hangat dan Hujan
Sekilat cahaya yang datang dengan
tiba-tiba membuatnya kembali fokus pada apa yang ada dihadapannya. Disana,
tepat dibalik jendela dan meja bundar kecil itu terlihat seorang gadis yang
terduduk manis dengan secangkir teh hangat di genggamannya. Ia mengalihkan
tatapannya dari bulir-bulir air hujan yang mengalir deras di kaca jendela pada
secangkir teh yang masih memiliki kepulan asap putih diatasnya. Belum tersentuh
sedikitpun teh itu oleh bibirnya, ia hanya menatap kepulan putih itu dengan
begitu banyak perasaan yang berkecamuk didalam dirinya, memaksa keluar dari
dalam hatinya, dan memancar melewati bola mata indah miliknya.
Gadis itu semakin mengeratkan jemarinya
pada cangkir klasik berwarna coklat tua saat telinganya menangkap suara gemuruh
yang cukup keras. Seolah mengerti dengan keadaannya, cangkir itu mengalirkan
sensasi hangat yang menjalar seketika pada sekujur tubuhnya. Seakan memeluk
balik erat gadis itu. Ia menghela nafas, untuk yang kesekian kalinya saat ia
terduduk dibalik jendela itu. Entahlah, ia sudah tidak menghitungnya lagi. It doesn’t matter anymore.
Tatapannya kembali merujuk pada jendela
dihadapannya, mengamati bulir hujan yang memberi sedikit ketenangan pada
pikirannya yang kacau.
Sesakit ini kah jatuh cinta? Bukan kah
mereka mengatakan kalau cinta itu indah? Lantas, apa rasa sesak direlung
hatinya ini pantas disebut indah? Lalu, sudah berapa banyak hati yang tersakiti
oleh hal yang mereka sebut cinta?
Lidahnya terasa kelu, tubuhnya pun terasa kaku saat gadis itu tersadar kalau pertanyaan yang berlarian dipikirannya tidak akan pernah terselesaikan. Ataupun terjawab. Dan helaan nafas itu pun kembali terdengar, entah berapa kali lagi nafas yang harus ia hela demi meredakan rasa sakit akibat goresan cinta itu. Jatuhnya sebulir air pada sela jarinya kembali menyadarkan ia dari pikirannya.
Apakah bulir air hujan itu sampai ke jarinya? Mengapa penglihatannya menjadi semakin mengabur?
Gadis itu tersenyum miris melihat bulir air mata disela jari lentiknya. Ternyata ia tidak sendiri, ia ditemani oleh kesedihannya. Teman yang selalu setia menemani dirinya beberapa waktu ini. Menangislah, aku akan disini merangkul jiwamu, ucapnya. Dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapati lebih banyak bulir air mata disela-sela jarinya.
Dimana Dia? Dia yang memiliki tatapan sehangat matahari pagi dan senyuman secerah cahaya senja? Dia yang datang dengan suara tawanya yang mampu membuat gadis itu melakukan apa saja hanya untuk mendengar suara itu? Dia yang datang dan lalu pergi begitu saja secepat kedipan mata, Dia yang berjanji untuk membuatnya selalu tersenyum. He’s promised, but its gone.
Ia menyeka air matanya dengan tangan yang bergetar, mendekatkan secangkir teh pada bibirnya dan menyesap dengan perasaan yang kalut. Dingin. Ia melempar tatapannya pada jendela dihadapannya, menyadari bulir-bulir itu telah berubah menjadi rintik-rintik kecil. Kosong. Ya, teh dan hujan telah memberikan gambaran pada dirinya saat itu. Dingin dan kosong. Matanya menerawang jauh menembus kaca jendela, seakan ia dapat melihat dunia di luar sana dan berpikir tentang hidupnya yang terlalu miris, dramatis.
Apakah ia satu-satunya orang yang merasa terkhianati oleh cinta? Adakah seseorang di luar sana yang memiliki takdir sama seperti dirinya? Sudah berapa banyak air mata yang jatuh hanya karena hal bodoh yang mereka sebut cinta?
Dan lagi, gadis itu tersadar. Ia tidak akan pernah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang bergelut didalam pikirannya. Gadis itu tidak lemah, hanya sedikit rapuh. Dan ia tidak meminta untuk jatuh cinta. Karena cinta itu tidak indah, sama sekali tidak. Keindahan itu akan terasa jika kita yang menciptakannya, dan akan terlihat jika kita yang melukiskannya. So, yeah, love is the strongest pain in this world.
Jumat, 03 April 2015
The Beauty Of Loving
It is about choosing that person during your hardest, most
excruciating times, to pick them over and over whilst drowning in
anything that can drown you, to know that if you're going down you only
ever want to have them by your side.
It is about sharing those moments. The ace ones, and the amiss one, and the rainy day ones.
It is choosing them in the most difficult of times, and also the most ordinarily humane ones. turning these thick, thespian moments into ones of puns and jokes, not to change the subject but because that's what easy things are. Taking the bad and dumping in your most human emotions, and going through it with your hands laced together. No direction for your emotions.
Loving someone should be easy. Yes, it may get hard, maybe painfully so in these specific times, but loving should never be hard. It must be this vast, soul-consuming, yet gloriously effortless simplicity. It must feel like there is more connecting between the two of you than just the two of you. They reach for your hand, and instantaneously reaching out feels more like some powerful mutuality.
It is about finding a person who can make you feel like a person. A better person. It's about that inexplicable connection between your heart and your mind and that feeling you get when they smile at you, when they look at you.
When they look about you, their eyes. It always has something to do with the eyes. They don't struggle to understand anything you do, instead they already understand even without quite knowing yet.
It is about looking into each others eyes and just getting it right, along with that gentleness, that tenderness, it always floated around them in each sweet exchange of glances. Understanding each of their thoughts without actually knowing and then accepting whatever follows.
That's the beauty of it.
It is about sharing those moments. The ace ones, and the amiss one, and the rainy day ones.
It is choosing them in the most difficult of times, and also the most ordinarily humane ones. turning these thick, thespian moments into ones of puns and jokes, not to change the subject but because that's what easy things are. Taking the bad and dumping in your most human emotions, and going through it with your hands laced together. No direction for your emotions.
Loving someone should be easy. Yes, it may get hard, maybe painfully so in these specific times, but loving should never be hard. It must be this vast, soul-consuming, yet gloriously effortless simplicity. It must feel like there is more connecting between the two of you than just the two of you. They reach for your hand, and instantaneously reaching out feels more like some powerful mutuality.
It is about finding a person who can make you feel like a person. A better person. It's about that inexplicable connection between your heart and your mind and that feeling you get when they smile at you, when they look at you.
When they look about you, their eyes. It always has something to do with the eyes. They don't struggle to understand anything you do, instead they already understand even without quite knowing yet.
It is about looking into each others eyes and just getting it right, along with that gentleness, that tenderness, it always floated around them in each sweet exchange of glances. Understanding each of their thoughts without actually knowing and then accepting whatever follows.
That's the beauty of it.
Selasa, 17 Maret 2015
Selesai Atau Menyerah?
Sunyi, senyap, sepi, begitulah gambaran malam saat itu. Dinginnya hembusan angin malam yang menerpa uraian rambut seorang gadis yang tengah duduk tenang pada sebuah bangku taman. Tenang? Tentu saja mereka tidak mengetahui dirinya yang sedang bergelut dengan pikirannya, berperang melawan hatinya, dan bergejolak dengan perasaannya. Matanya terlihat sayu, tidak ada cahaya kehidupan didalamnya. Mungkin sudah terenggut secara paksa oleh seseorang yang ia percayai. Ya, seseorang yang seharusnya memberikan ratusan ton kebahagian untuknya. Bukan jutaan ton kesedihan.
Kenapa?
Apa
yang telah dilakukannya sehingga kebahagiaan yang seharusnya ia miliki itu
berubah menjadi kesedihan yang datang berlawanan dengan keinginannya?
Kapan
ia bisa merasakan kembali kebahagiaan itu? Atau...
Bagaimana
jika kebahagiaan itu tidak akan pernah kembali?
Tangan
mungilnya bergetar menghapus bulir air mata yg menjalar dipipinya. Begitu banyak
pertanyaan terlintas didalam pikirannya, yang jelas saja ia sadari tidak akan
pernah ada jawaban untuk pertanyaannya itu. Rahangnya terkunci, sudah tidak
perlu lagi ia berbicara. Kalaupun perlu, tidak ada kalimat yang menggambarkan
maksud hatinya saat itu. Ia mengalihkan pandangannya dari danau dihadapannya
dan menghela nafas. Entah sudah berapa ribu kali ia menghela nafas hari itu. Dengan
kepalanya yang masih tertunduk, ia bermain dengan jari-jarinya. Membayangkan jika
saja seseorang yg ia percayai itu masih bisa melengkapi kekosongan jari-jarinya,
menggenggam erat tangannya. Merasakan kehangatan berada digenggaman tangannya. Tetapi
semua itu sudah tidak bermakna lagi. Tidak memiliki arti apa-apa lagi. Karena
semua hal yang pernah ia inginkan telah terbakar habis menjadi abu. Bahkan tak
tersisa.
Untuk
apa ia mempertahankannya kalau saja seseorang itu tidak peduli dengan
perasaannya saat itu. Dan sekarang, sudah saatnya ia belajar melepaskan apa yang
tidak pantas untuk ia miliki. Karena seharusnya ia mempertahankan apa yang
memang pantas untuk dirinya pertahankan. Dan seharusnya juga ia memperjuangkan
seseorang yang juga memperjuangkan dirinya. Rumit memang, tetapi bukankah tidak
ada yg sederhana didunia ini?
Ia
mengangkat kepalanya, dan menggulung lengan jaketnya yg semula ia biarkan
begitu saja. Dinginnya angin dan kejamnya malam telah membuatnya beku, membuat
lidahnya kelu, dan membuatnya semakin membenci pilihan hidupnya.
Hidup
itu memang pilihan, dan tentu saja pilihan itu selalu berbanding terbalik.
Tidak
bisakah ia membekukan perasaannya seperti angin malam yang membekukan dirinya?
Semula,
ia tidak ingin kehilangan seseorang itu. Ia terlalu penting dihidupnya, terlalu
istimewa dihatinya, dan terlalu indah dimatanya. Dan gadis itu tidak tahu apa
yang akan ia lakukan dihidupnya jika tidak ada kehadiran dirinya. Namun ternyata
semua itu hanya omong kosong.
Bertahan
dengannya sama saja dengan menggenggam bilah pisau. Ia memang menyayangi pemuda
itu, tetapi ia masih memiliki rasa sayang yang besar terhadap dirinya sendiri. Semakin
parah perasaan dan pemikirannya yg sedang berperang. Ia tidak tahu apa yang sedang
terjadi. Disatu sisi ia hanya ingin berada dipelukan seorang pemuda itu saat
ini. Ia hanya ingin merasakan lengannya yang mendekap erat tubuh mungilnya. Tetapi
disisi lain, ia hanya ingin berlari menjauh dari dirinya. Hanya ingin berlari,
terus berlari walaupun tanpa arah hanya untuk menyelamatkan dirinya dari rasa
sakit yang kian waktu kian membesar. Dan melebar.
Gadis
itu pun terdiam. Sedikitpun tidak bergeming. Matanya menatap jauh pada
pepohonan dibalik gelapnya malam. Apakah menyerah dan menyelesaikan itu
memiliki arti yang sama?
Matanya
masih terus memandang jauh kedepan, tatapannya kosong. Tidak memiliki arti
apapun. Segalanya. Rasanya sungguh begitu berat, seperti ada sesuatu yang
menekan dadanya dengan keras hingga membuat sesak relung hatinya. Seandainya ia
memiliki pilihan, sebuah pilihan lain yang membawa gadis itu pada seseorang
yang telah ia berikan seluruh kepercayaan padanya.
Jiwanya
memang sedikit terguncang saat itu. Mungkin karena satu hal yang ia anggap akan
menjadi sesuatu yang sangat indah, berubah menjadi sebuah malapetaka yang
mengejar hidupnya. Mungkin hidupku akan jauh lebih baik kalau tidak ada lagi
pemuda itu didalamnya.
Apakah
kamu pernah merasakan bagaimana rasanya jika orang yang paling kamu cintai berjanji
untuk tidak akan pernah melepaskanmu tetapi disaat itu pula lah ia
meninggalkanmu? Sakit memang, tetapi mau bagaimana lagi? Bukankah mengikhlaskan
itu juga perlu?
Ia
menyelesaikannya, bukan menyerahkannya.
Kamis, 07 Agustus 2014
Sebuah Perasaan
Apakah kamu tahu arti dari sebuah perasaan yang
sangat rumit dan membingungkan itu? Sebuah perasaan yang bisa membuat duniamu
jatuh terbalik.. Sebuah perasaan yang mampu mengalihkan seluruh perhatianmu
pada satu titik fokus.. Sebuah perasaan yang mampu membuatmu mengorbankan
seluruh milikmu bahkan jiwa dan hidupmu untuk merasakannya.. Sebuah perasaan
yang mampu untuk membuatmu merasa kalau kamu bukan lah dirimu yang
sesungguhnya..
Ya, semua orang mengatakan sebuah perasaan itu sebagai
“Cinta”.
Cinta...
Apa yang mereka tahu tentang cinta? Bagaimana bisa mereka mengetahui kalau sebuah perasaan itu merupakan cinta? Ratusan bahkan
jutaan pertanyaan silih berganti berlari didalam pikiranku.
Mengapa cinta?
Mungkin bagi mereka, cinta adalah sesuatu yang
sangat indah. Ya, cinta memang sangatlah indah.. Tetapi berbeda denganku.
Cinta tidak indah secara instant, cinta itu bisa
indah jika kita sendiri yang membuatnya. Mungkin beberapa orang salah
mengartikan bagaimana rasanya cinta itu. bagaimana cara kita tahu kalau
perasaan yang kian tumbuh itu cinta? Bagaimana kalau ternyata itu bukan cinta?
Atau lebih parahnya, cinta itu menyakiti dirimu. Cinta yang seharusnya datang
bagaikan setangkai bunga yang mekar dengan semerbak harumnya, berubah menjadi
sebuah bilah pisau yang dengan kapan saja mampu merobek hatimu dengan kejamnya.
Aku tidak tahu cinta itu apa atau bagaimana. Yang
kutahu hanyalah kebahagiaan yang menjalar pada diriku saat aku bersamanya,
berada disisinya, atau mendekap hangat tubuhnya.
Cinta itu, seperti saat kamu melihatnya tersenyum
dan seketika itu pula kamu merasakan sebuah sengatan hangat yang mengalir pada sekujur
tubuhmu, darahmu yang berdesir lebih cepat, bahkan kamu tidak hanya bisa
merasakan detak jantungmu, tetapi juga mendengarnya, seolah jantungmu berdetak
tepat ditelingamu. Dan dari semua hal yang ingin kau lakukan, hanya ada satu
yang terlintas saat melihat senyum yang terukir dengan indah pada wajahnya.
Yaitu menghentikan waktu agar kamu bisa terus melihatnya tersenyum selama yang
kamu inginkan, bahkan tidak terlalu keberatan jika senyumnya adalah
satu-satunya hal yang bisa kamu lihat disepanjang sisa hidupmu.
Dan cinta itu, seperti saat kamu melihat jauh
kedalam sepasang matanya yang menawan, kamu merasa nyaman. Bahkan kamu bisa
merasakan jika saja kamu dapat tenggelam didalam matanya. Tidak ada lagi yang
ingin kamu lakukan jika sudah melihat jauh kedalam tatapannya, selain
menjaganya. Mendekap erat tubuhnya dan tidak akan pernah membiarkan sesuatu
yang buruk terjadi pada dirinya ataupun menyakitinya.
Cinta bukanlah sesuatu yang bisa diucapkan dengan
lantang ataupun dapat dibuktikan kepada seseorang. Cinta adalah sesuatu yang
mengubahmu dari dalam dirimu, yang membuatmu jauh lebih kuat, membantumu untuk
menjadi seorang pribadi yang lebih baik lagi, mengingatkanmu pada setiap waktu
atau kenangan yang kamu alami, membuatmu bisa memberikan sepenggal kisahmu
kepada orang lain yang tidak memiliki cukup keberuntungan seperti dirimu untuk
bisa merasakan ataupun mengalaminya. Dan ya, cinta bisa membuatmu tenang. Dan
aman.
Mungkin beberapa orang tidak diciptakan untuk cinta,
atau mungkin beberapa orang tidak cukup kuat untuk menghadapi apa saja yang
dapat ditimbulkan dari satu kata dengan lima huruf tersebut. Hanya sekedar
mengingatkan, kalau cinta bisa berubah dari seekor kelinci kecil yang sangat
manis dan lembut, menjadi seekor serigala besar yang sangat liar dan kejam.
Dan saat dimana cinta itu mengkhianatimu, berbalik
menyerang dirimu, saat itulah kamu diizinkan untuk menangis. Kamu tidak harus menahannya,
terus menerus melawan dirimu sendiri untuk tetap kuat setiap waktu. Bukan
seperti itu, karena menangis bukanlah sebuah kelemahan. Tidak ada satu kata pun
yang mampu menjelaskan bagaimana rasanya jika cinta itu mengkhianatimu, dan
menangis? Sepertinya satu-satunya pilihan yang tersisa. Tidak mungkin kamu
membagi rasa sakitmu kepada orang.
Dan semua kekacauan itu hadir dari sebuah perasaan.
Sebuah perasaan. Hanya dengan sebuah perasaan dapat sangat berpengaruh pada
hidupmu. Bahkan duniamu. Membuatmu buta akan hal lain, membuatmu lupa akan kehadiran orang
lain, dan yang terpenting adalah membuatmu kehilangan akan jati dirimu sendiri.
Sangat lucu, bukan? Bagaimana mungkin hanya dengan sebuah
perasaan yang sederhana dapat menghancurkan seluruh isi dunia...
Jumat, 01 November 2013
Keseimbanganku
Saat itu, aku seperti merasa kalau
aku bisa berjalan diatas air ketika kamu menggenggam erat tanganku. Melengkapi setiap
kekosongan jariku dengan jarimu. Begitu sempurna hingga membuatku berpikir
kalau Tuhan menciptakan jarimu hanya untuk melengkapi kekosongan jariku. Aku tersenyum.
Dan kamu adalah satu-satunya alasan mengapa aku tersenyum. Kamu mendapatkan hatiku
sepenuhnya, entahlah aku tidak tahu mengapa kamu bisa melakukan hal itu tanpa
kusadari.
Aku tidak peduli dengan orang lain
yang berbicara mengenai kita. Mereka bisa mengatakan apapun tentang kita, karena
mereka tidak tahu tentang kita yang sebenarnya. Mereka hanya mampu melihat apa yang bisa
dilihat, dan tidak mampu merasakan apa yang telah kamu lakukan pada hatiku.
Kamu adalah keseimbanganku. Kamu membuatku
merasakan kalau cinta itu tidak hanya sekedar memiliki, tetapi juga saling
menjaga dan menopang satu sama lain. Kamu mengajarkanku bagaimana caranya
kembali berdiri saat semua orang menjatuhkanku. Kamu juga mengajarkanku untuk
terus tersenyum walaupun seisi dunia menjauhiku. Kamu membawaku ke sebuah
tempat yang belum pernah kutemui sebelumnya.
Kamu yang mengingatkanku untuk selalu
bersyukur dengan nafas yang kupunya, dan menghargai waktu yang kumiliki. Kamu mengajariku
banyak hal tentang hidup ini. Membuatku mampu melawan dunia ketika kamu berada
disisiku. Membuatku tidak takut akan hal apapun saat kamu menggenggam erat
tanganku.
Kamu memberiku duniamu, dan kamu
membiarkanku untuk mengatur duniamu itu. Aku tidak tahu hal apa yang paling
membahagiakan didunia ini. Tetapi aku tahu siapa orang yang paling bahagia
didunia ini, kita. Ini bukanlah tentang semua hal yang telah kamu katakan,
ataupun semua hal yang telah kamu lakukan. Tetapi ini tentang perasaan yang
muncul seiringan dengan kehadiranmu dihidupku. Sebuah kenyamanan yang telah
kamu ciptakan diantara kita berdua.
Aku bahagia, sangat bahagia sebelum
akhirnya mimpi buruk itu datang dan menghancurkan kebahagianku hingga lebur
menjadi abu. Kejamnya malam dan dinginnya angin telah menusuk-nusuk diriku saat
aku berlari melewati apapun yang mencoba menghalangi jalanku untuk bisa
menggapai dirimu.
Langkah kakiku terhenti, lututku
terasa sangat lemas ketika melihat beberapa orang yang berdiri mengelilingi
tubuhmu yang terbaring lemah disana berurai air mata. Aku terdiam, terpaku
dengan keadaan yang tercipta diruangan itu. Sampai akhirnya seseorang menarik
tanganku untuk membantuku mendekati dirimu. Kamu yang kulihat saat itu sangat jauh berbeda
dengan kamu yang kulihat ketika datang kehidupku dan menawarkan berjuta-juta
kebahagiaan.
Kamu tersenyum. Dan membuatku
teringat akan ucapanmu saat pertama kali melihatku. “Kamu membuatku ingin terus
tersenyum. Tidak peduli dengan keadaan yang seperti apapun, aku akan tetap
selalu tersenyum ketika melihat wajahmu”
Aku terduduk disisi tempat tidur saat
kamu meraih tanganku dengan lembut. Tatap matamu begitu sayu melihatku, tetapi
aku tahu kamu menyembunyikan hal itu dengan senyum yang terlukis dibibirmu. “Berjanjilah
kamu akan tetap menjalani hidupmu dengan atau tanpa diriku. Kamu bisa, aku
yakin itu” ucapmu dengan parau, sangat parau.
Mendengar suara paraumu saat itu
sungguh membuat seluruh jiwaku hancur berkeping-keping, terasa begitu memilukan dan
mengiris-iris hatiku. Aku masih terdiam, tidak bergeming sedikitpun. Aku
menjawab perkataanmu itu hanya dengan mengeratkan genggamanku ditanganmu. Walau
sebenarnya, hanya hal itu yang mampu kulakukan.
Kehilangan. Satu kata yang sangat aku
benci didunia ini. Perasaanku begitu kalut saat itu, terlebih mendengar
ucapanmu yang begitu menyayat batinku. “Tuhan, kumohon jangan...” bisikku lirih dalam
hati ketika sebuah kata kehilangan terbesit begitu saja didalam kepalaku. Bulir-bulir
air mata yang menggenang saat itu sudah sangat ingin menyeruak dari dalam
pelupuk mataku. Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seberapa kuatnya aku
menahan air mata itu agar tidak jatuh kepipiku.
“Jika ada sesuatu yang menghalangi jalan
hidupmu, terjang saja. Dan ingatlah selalu kalau aku mencintaimu” kalimat
terakhirmu sebelum kamu merenggangkan tanganmu dari genggamanku dan menutup kedua
bola matamu dengan perlahan, sangat perlahan. Bulir air mataku jatuh untuk yang
pertama kalinya saat aku merasakan tanganmu sudah tidak lagi menggenggam tanganku.
Sedetik kemudian aku merasakan rongga
dadaku penuh sesak, rasanya seakan-akan aku lupa bagaimana caranya bernafas. Aku
pun mencoba untuk menarik nafas panjang. Rasa sesak didalam dadaku begitu
dahsyat, sehingga terasa seperti tidak ada sedikitpun oksigen yang mampu
diserap oleh paru-paruku.
Jantungku berdegup sepuluh kali lebih cepat dari
biasanya, aku merasakan darahku berdesir sangat kencang saat itu. Aku menahan
rahangku kuat-kuat dan kembali menarik nafas, berharap bisa menghilangkan rasa
sakit dan sesak yang sedang berkecamuk dihatiku. Dengan sedikit sentakan aku
memaksakan tubuhku untuk berdiri. Tidak bisa. Aku jatuh tersungkur dengan lutut
yang membentur lantai dengan sangat keras. Aku hilang keseimbangan. Aku baru
saja kehilangan keseimbanganku.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)