Saat itu, aku seperti merasa kalau
aku bisa berjalan diatas air ketika kamu menggenggam erat tanganku. Melengkapi setiap
kekosongan jariku dengan jarimu. Begitu sempurna hingga membuatku berpikir
kalau Tuhan menciptakan jarimu hanya untuk melengkapi kekosongan jariku. Aku tersenyum.
Dan kamu adalah satu-satunya alasan mengapa aku tersenyum. Kamu mendapatkan hatiku
sepenuhnya, entahlah aku tidak tahu mengapa kamu bisa melakukan hal itu tanpa
kusadari.
Aku tidak peduli dengan orang lain
yang berbicara mengenai kita. Mereka bisa mengatakan apapun tentang kita, karena
mereka tidak tahu tentang kita yang sebenarnya. Mereka hanya mampu melihat apa yang bisa
dilihat, dan tidak mampu merasakan apa yang telah kamu lakukan pada hatiku.
Kamu adalah keseimbanganku. Kamu membuatku
merasakan kalau cinta itu tidak hanya sekedar memiliki, tetapi juga saling
menjaga dan menopang satu sama lain. Kamu mengajarkanku bagaimana caranya
kembali berdiri saat semua orang menjatuhkanku. Kamu juga mengajarkanku untuk
terus tersenyum walaupun seisi dunia menjauhiku. Kamu membawaku ke sebuah
tempat yang belum pernah kutemui sebelumnya.
Kamu yang mengingatkanku untuk selalu
bersyukur dengan nafas yang kupunya, dan menghargai waktu yang kumiliki. Kamu mengajariku
banyak hal tentang hidup ini. Membuatku mampu melawan dunia ketika kamu berada
disisiku. Membuatku tidak takut akan hal apapun saat kamu menggenggam erat
tanganku.
Kamu memberiku duniamu, dan kamu
membiarkanku untuk mengatur duniamu itu. Aku tidak tahu hal apa yang paling
membahagiakan didunia ini. Tetapi aku tahu siapa orang yang paling bahagia
didunia ini, kita. Ini bukanlah tentang semua hal yang telah kamu katakan,
ataupun semua hal yang telah kamu lakukan. Tetapi ini tentang perasaan yang
muncul seiringan dengan kehadiranmu dihidupku. Sebuah kenyamanan yang telah
kamu ciptakan diantara kita berdua.
Aku bahagia, sangat bahagia sebelum
akhirnya mimpi buruk itu datang dan menghancurkan kebahagianku hingga lebur
menjadi abu. Kejamnya malam dan dinginnya angin telah menusuk-nusuk diriku saat
aku berlari melewati apapun yang mencoba menghalangi jalanku untuk bisa
menggapai dirimu.
Langkah kakiku terhenti, lututku
terasa sangat lemas ketika melihat beberapa orang yang berdiri mengelilingi
tubuhmu yang terbaring lemah disana berurai air mata. Aku terdiam, terpaku
dengan keadaan yang tercipta diruangan itu. Sampai akhirnya seseorang menarik
tanganku untuk membantuku mendekati dirimu. Kamu yang kulihat saat itu sangat jauh berbeda
dengan kamu yang kulihat ketika datang kehidupku dan menawarkan berjuta-juta
kebahagiaan.
Kamu tersenyum. Dan membuatku
teringat akan ucapanmu saat pertama kali melihatku. “Kamu membuatku ingin terus
tersenyum. Tidak peduli dengan keadaan yang seperti apapun, aku akan tetap
selalu tersenyum ketika melihat wajahmu”
Aku terduduk disisi tempat tidur saat
kamu meraih tanganku dengan lembut. Tatap matamu begitu sayu melihatku, tetapi
aku tahu kamu menyembunyikan hal itu dengan senyum yang terlukis dibibirmu. “Berjanjilah
kamu akan tetap menjalani hidupmu dengan atau tanpa diriku. Kamu bisa, aku
yakin itu” ucapmu dengan parau, sangat parau.
Mendengar suara paraumu saat itu
sungguh membuat seluruh jiwaku hancur berkeping-keping, terasa begitu memilukan dan
mengiris-iris hatiku. Aku masih terdiam, tidak bergeming sedikitpun. Aku
menjawab perkataanmu itu hanya dengan mengeratkan genggamanku ditanganmu. Walau
sebenarnya, hanya hal itu yang mampu kulakukan.
Kehilangan. Satu kata yang sangat aku
benci didunia ini. Perasaanku begitu kalut saat itu, terlebih mendengar
ucapanmu yang begitu menyayat batinku. “Tuhan, kumohon jangan...” bisikku lirih dalam
hati ketika sebuah kata kehilangan terbesit begitu saja didalam kepalaku. Bulir-bulir
air mata yang menggenang saat itu sudah sangat ingin menyeruak dari dalam
pelupuk mataku. Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seberapa kuatnya aku
menahan air mata itu agar tidak jatuh kepipiku.
“Jika ada sesuatu yang menghalangi jalan
hidupmu, terjang saja. Dan ingatlah selalu kalau aku mencintaimu” kalimat
terakhirmu sebelum kamu merenggangkan tanganmu dari genggamanku dan menutup kedua
bola matamu dengan perlahan, sangat perlahan. Bulir air mataku jatuh untuk yang
pertama kalinya saat aku merasakan tanganmu sudah tidak lagi menggenggam tanganku.
Sedetik kemudian aku merasakan rongga
dadaku penuh sesak, rasanya seakan-akan aku lupa bagaimana caranya bernafas. Aku
pun mencoba untuk menarik nafas panjang. Rasa sesak didalam dadaku begitu
dahsyat, sehingga terasa seperti tidak ada sedikitpun oksigen yang mampu
diserap oleh paru-paruku.
Jantungku berdegup sepuluh kali lebih cepat dari
biasanya, aku merasakan darahku berdesir sangat kencang saat itu. Aku menahan
rahangku kuat-kuat dan kembali menarik nafas, berharap bisa menghilangkan rasa
sakit dan sesak yang sedang berkecamuk dihatiku. Dengan sedikit sentakan aku
memaksakan tubuhku untuk berdiri. Tidak bisa. Aku jatuh tersungkur dengan lutut
yang membentur lantai dengan sangat keras. Aku hilang keseimbangan. Aku baru
saja kehilangan keseimbanganku.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar